Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan, La Nina akan melanda Indonesia pada triwulan ketiga nanti. Kategori La Nina tersebut diprediksi lemah.
Lalu apakah La Nina berbahaya?
Ketika La Nina terjadi di Indonesia, berarti akan terjadi peningkatan curah hujan. Artinya bisa memicu risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.
Menurut BMKG, La Nina akan memicu kondisi lebih basah dibandingkan kondisi normal, sehingga meningkatkan risiko hujan ekstrem yang merugikan lahan pertanian serta memicu potensi berkembangnya hama dan penyakit tanaman.
Apa Itu La Nina
La Nina adalah fenomena iklim ketika Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
La Niña dalam bahasa Spanyol artinya Gadis Kecil. La Niña juga kadang-kadang disebut El Viejo, anti-El Niño, atau sekadar “peristiwa dingin”.
Selama La Niña, perairan di lepas pantai Pasifik menjadi lebih dingin dan mengandung lebih banyak nutrisi dari biasanya. Lingkungan ini mendukung lebih banyak kehidupan laut dan menarik lebih banyak spesies perairan dingin, seperti cumi-cumi dan salmon, ke tempat-tempat seperti pantai California.
Rekomendasi BMKG
La Nina selalu disebut-sebut bakal menyusul setiap terjadinya El Nino, fenomena iklim yang terjadi saat anomali suhu muka laut mengalami kenaikan. Menyebabkan musim kemarau lebih ekstrem panas dan berkepanjangan.
“Hingga awal Maret 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan El Nino moderat masih berlangsung dengan nilai indeks 1,59. Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD Netral,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan di situs resmi, dikutip Selasa (19/3/2024).
Fenomena El Nino tersebut, lanjutnya, akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli 2024.
“Dan setelah triwulan ketiga (Juli-Agustus-September) 2024 berpotensi beralih menjadi La Nina-Lemah,” ujarnya.
“Sementara itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi akan tetap netral setidaknya hingga September 2024. Dan, kondisi suhu muka laut di Indonesia, diprediksikan berada dalam kondisi yang lebih hangat, dengan kisaran +0.5 – +2.0 derajat celcius lebih hangat dari kondisi normalnya,” terang Dwikorita.
Dia pun mengimbau semua pihak agar mewaspadai peningkatan curah hujan.
“Pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan,” katanya.
“Selain itu, tindakan antisipasi diperlukan pada wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau atas normal (lebih basah dari biasanya) terutama untuk tanaman pertanian atau hortikultura yang sensitif terhadap curah hujan tinggi,” pungkas Dwikorita.
Artikel Selanjutnya
Usai Dihantam El Nino, Petani Bakal Dihajar La Nina? Ini Kata BMKG
(dce/dce)